Maluku Utara — 26/12/2025
Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap pengelolaan keuangan Pemilu 2024 di lingkungan KPU Provinsi Maluku Utara bukan lagi sekadar catatan audit biasa, melainkan indikasi kuat kejahatan anggaran yang sistematis, terstruktur, dan berulang.
Nilai fantastis Rp8.759.136.066,36 yang dipertanggungjawabkan tidak sesuai ketentuan, ditambah kelebihan pembayaran bantuan keuangan kepada 18 partai politik, menjadi bukti bahwa dana publik telah diperlakukan seolah milik pribadi, tanpa rasa tanggung jawab hukum maupun moral.
Lebih memalukan lagi, temuan ini terjadi di lembaga penyelenggara Pemilu yang seharusnya menjadi benteng integritas demokrasi. Alih-alih menjaga kepercayaan publik, KPU Maluku Utara justru diduga menjadikan Pemilu sebagai ladang bancakan anggaran.
Fakta adanya : Pengadaan tanpa spesifikasi teknis/KAK senilai Rp3,13 miliar
Pengadaan tanpa dokumen KPS senilai Rp1,21 miliar
menunjukkan pembiaran brutal terhadap prosedur hukum. Ini bukan kelalaian, tetapi keberanian melanggar aturan secara terang-terangan.
Ketika KPU Provinsi Maluku Utara yang dipimpin Mohtar Alting memiliki fungsi koordinasi dan pengawasan, namun pelanggaran masif justru terjadi di KPU Halmahera Selatan dan KPU Kota Tidore Kepulauan, maka dalih “tidak tahu” atau “kesalahan administratif” sudah tidak relevan dan tidak bisa diterima akal sehat.
Jika miliaran rupiah bisa dibelanjakan tanpa KAK, tanpa spesifikasi, tanpa dokumen pendukung, lalu siapa yang mengendalikan uang negara ini?
Temuan kelebihan pembayaran kepada banyak partai politik juga membuka pertanyaan serius:
Siapa yang menghitung?
Siapa yang memverifikasi?
Siapa yang menyetujui?
Dan siapa yang diuntungkan?
Diamnya partai politik penerima kelebihan pembayaran juga patut dipertanyakan. Apakah dana tersebut akan dikembalikan? Atau justru dinikmati dalam sunyi?
Sahrir Jamsin menegaskan, apa yang terungkap saat ini bukan keseluruhan fakta. Publik patut curiga bahwa ini hanyalah puncak gunung es, sementara praktik yang lebih besar masih tertutup rapat.
Jika aparat penegak hukum — Kejaksaan, Kepolisian, hingga KPK — masih lamban, ragu, atau terkesan melindungi, maka publik berhak menyimpulkan bahwa hukum sedang kalah oleh kekuasaan dan kepentingan politik.
Negara tidak boleh kalah oleh mafia anggaran Pemilu.
Jika bukti sudah terang, maka penindakan harus segera dilakukan.
Tidak ada ruang kompromi untuk kejahatan uang rakyat.
Kasus ini wajib dinaikkan ke penyelidikan pidana, termasuk membuka kemungkinan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Jangan uji kesabaran publik.
Jangan permalukan demokrasi.
Tangkap, periksa, dan bongkar sampai ke akar.

Social Header