Bitung,.- Gardabhayangkara.Buz.id Kemarahan warga Lembe Selatan, Kota Bitung, semakin memuncak menyusul dugaan pemotongan kapal tongkang ilegal yang baru saja selesai digelar selama hampir sebulan penuh. Aktivitas tersebut, yang dimulai sejak akhir Oktober lalu, tidak hanya menimbulkan limbah berbahaya berupa abu dan serpihan logam, tetapi juga memicu kekhawatiran serius atas potensi pencemaran lingkungan di kawasan pesisir yang menjadi sumber penghidupan nelayan dan warga setempat.
Protes warga ini mencuat setelah pemantauan lapangan mengonfirmasi bahwa proses pemotongan tongkang—diduga dimiliki oleh seorang pengusaha berinisial Ko. Robby—telah rampung pada Selasa malam (25/11). Namun, alih-alih meredakan ketegangan, kejadian ini justru mempertegas tudingan warga terhadap dugaan kelalaian oknum aparat. "Kami sudah lapor berulang kali ke KSOP, Kapolsek Lembeh Utara, bahkan Camat setempat, tapi tak ada respons nyata. Ini seperti ada yang 'diam-diaman' karena upeti atau apa, meski belum ada bukti kuat," keluh salah seorang warga yang enggan disebut namanya, saat ditemui di pinggir pantai Lembe Selatan, Rabu pagi (26/11).
Keluhan serupa disuarakan oleh perwakilan nelayan lokal, yang mengaku terganggu oleh debu limbah yang beterbangan hingga ke perahu dan rumah mereka. "Abu ini bisa mencemari air laut, merusak ekosistem terumbu karang, dan berujung pada hilangnya ikan-ikan kecil yang jadi andalan kami. Ini jelas melanggar Pasal 104 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup," tambahnya, sambil menunjuk tumpukan residu yang masih berserakan di lokasi bekas pemotongan. Warga juga merujuk pada UU Perikanan Pasal 69 ayat 4, UU Minerba Pasal 158, serta Pasal 73 ayat 4 UNCLOS 1982 sebagai dasar hukum untuk menuntut penindakan tegas.
Ketua Bela Negara Provinsi Sulawesi Utara, Adrianto, yang turun langsung ke lokasi untuk mendengar aspirasi warga, mengecam keras dugaan pembiaran ini. "Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi juga keadilan bagi rakyat kecil. Aparat penegak hukum dan pemerintah daerah harus segera investigasi, jangan sampai oknum yang terlibat lolos begitu saja. Kami dukung tuntutan warga untuk proses hukum transparan," tegas Adrianto di hadapan puluhan warga yang berkumpul. Ia juga menyerukan agar kasus ini tidak berlarut-larut, mengingat Bitung sebagai kota pelabuhan strategis di Sulawesi Utara rentan terhadap praktik ilegal serupa.
Sementara itu, warga telah mengirim surat keluhan resmi ke Presiden Prabowo Subianto, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), meminta intervensi langsung. "Kami butuh perlindungan nyata, bukan janji kosong. Jika dibiarkan, ini bisa jadi preseden buruk bagi aktivitas ilegal lain di perairan Bitung," ujar seorang tokoh masyarakat, yang mewakili ratusan penduduk Lembe Selatan. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari KSOP Bitung atau Polres Bitung terkait dugaan tersebut, meski warga berharap tindakan cepat segera diambil untuk mencegah eskalasi protes.
Pemerintah daerah diimbau untuk memperketat pengawasan terhadap aktivitas pemotongan kapal di wilayah pesisir, guna menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Kasus ini menjadi pengingat bahwa ketertiban sosial di Bitung tak boleh dikompromikan demi kepentingan segelintir pihak.
( TIM )

Social Header