Minahasa - Sulut - Kasus hilangnya Toyota Fortuner milik AKP (Purn) Saleh Paramata dari halaman Mapolres Minahasa adalah contoh nyata bagaimana hukum bisa runtuh bukan karena kurangnya aturan, tetapi karena pengkhianatan dari dalam institusi itu sendiri. (14/12/2025)
Peristiwa ini seharusnya mustahil terjadi. Namun faktanya, mobil yang telah diamankan polisi, berada di lingkungan kantor resmi negara, justru menghilang tanpa pertanggungjawaban. Lebih parah, dugaan kuat mengarah pada oknum anggota kepolisian aktif. Di titik ini, persoalan tidak lagi bersifat individual, melainkan indikasi impunitas yang berbahaya.
Impunitas tumbuh ketika: Oknum tidak segera dinonaktifkan, Proses diselimuti senyap, Dan institusi lebih sibuk meredam isu ketimbang membuka fakta.
Jika benar kendaraan itu dikeluarkan dari Mapolres oleh aparat tanpa prosedur resmi, maka telah terjadi penyalahgunaan kewenangan di ruang hukum paling sakral. Ini bukan sekadar pelanggaran etik—ini adalah pengkhianatan terhadap mandat negara.
Lebih mengkhawatirkan, rangkaian peristiwa sebelum hilangnya mobil menunjukkan modus kejahatan terorganisir: GPS dimatikan, warna kendaraan diubah, pelat nomor diganti. Pola ini lazim ditemukan dalam jaringan curanmor profesional. Ketika pola tersebut bertemu dengan akses aparat terhadap fasilitas negara, publik berhak mencurigai adanya perlindungan struktural atau pembiaran sistemik.
Dalam konteks ini, keheningan aparat justru menjadi pernyataan paling keras. Diamnya institusi adalah bahasa kekuasaan, dan dalam banyak kasus, bahasa ini dibaca sebagai sinyal: “jangan sentuh orang kami.”
Padahal, Polri sedang berada di persimpangan penting. Slogan Presisi tidak diuji di ruang konferensi pers, melainkan di saat institusi berani membersihkan rumahnya sendiri. Menyelamatkan satu oknum berarti mengorbankan kepercayaan jutaan warga.
Kasus ini juga membuka pertanyaan fundamental:
Apakah sistem pengamanan barang bukti berjalan atau hanya formalitas?
Siapa yang bertanggung jawab atas keluar-masuk kendaraan di Mapolres?
Mengapa tidak ada garis komando yang bertanggung jawab secara terbuka?
Jika semua ini berlalu tanpa kejelasan, maka preseden yang tercipta sangat berbahaya:
bahwa kantor polisi pun tidak aman dari kejahatan, dan bahwa seragam bisa menjadi akses, bukan tanggung jawab.
Negara hukum berdiri di atas satu prinsip: tidak ada yang kebal hukum. Ketika prinsip ini goyah, masyarakat bukan hanya kehilangan mobil—mereka kehilangan keyakinan bahwa keadilan masih punya alamat.
Satu unit Fortuner mungkin bisa hilang.Namun jika kebenaran ikut dibiarkan raib, maka yang hilang adalah wibawa negara itu sendiri.

Social Header